Belajar
untuk memahami “peran” kami
Kali
ini kami berbicara bukan perihal perjuangan,bukan
perihal keringat, atau pun ini itu yang penuh tantangan..
Berawal pada suatu perjalanan di
hari ke 26 di bulan november 2014, hari rabu tepatnya 6 mahasiswa beridentitas
warga mapala madawirna yoyakarta (fita, ratih, rlita, sekti, aci dan fajri).
Hari itu cuaca cukup cerah, suatu kejadian yang cukup unik menimpa kami.
Tertinggal kereta menyedihkan rasanya tapi tak jadi masalah bagi kami. dan kami
putuskan untuk naik bus menuju surabaya. Kami diantar 6 kawan kami dari
madawirna menuju terminal giwangan. Waktu itu pukul 9.15, 15 menit mencari bus yang dalam segi kantong cukup untuk
kalangan mahasiswa seperti kami. Akhirnya pukul 09.30 kami sudah berada diatas
kursi berjejer yang tertata dengan rapi dalam satu kotak persegi panjang
berkaki roda. Harga yang tak mahal 51.000 rupiah/orang menuju surabaya. Prambanan,klaten,solo
dan seterusnya kami lalui seiring dengan lajunya bus yang kami naiki.. penjual
asongan silih berganti menjajakan makanan khas seiring dengan alunan irama para
pengamen yang menemani perjalanan kami.
Pukul 18.30 tepat kami sampai di
terminal surabaya (bungur asih). Tujuan kami adalah kota Jember, namun melihat
perkiraan waktu yang apabila kami teruskan perjalan menuju jember kemungkinan
kami akan sampai kota tersebu tepat dini hari. Akhirnya kami putuskan untuk
transit di rumah salah satu teman kami titi. Rumahnya tak jauh cukup 15 menit
dari terminal. Yup kami sampai
rumah titi beramah tamah dengan pihak
keluarga yang dengan ramah dan hangatnya menyambut kami. Kali ini kami cukup
tersentak karena dewi keberuntungan berpihak kami. Posisi lelah, hujan dan
singgah di gudang logistik yang penuh makanan berselera menambah keunikan kisah
kami kali ini. Santapan makan malam kami adalah nasi goreng hmmm nikmatnya...
Kami
istirahat sejenak untuk meluruskan persendian yang sedari siang tadi dalam
posisi duduk..
Waktu telah menunjukan pukul
22.45 kami mulai berbenah dan siap packing. Pukul 23.00 kami meninggalkan rumah titi dan menuju
terminal bungur asih. Di dalam terminal tampak bus berjejer dengan masih
bersuasana ricuh dan gaduh. Suasana terminal tak memandang waktu siang atau
malam. Tak lama kami sudah berada di dalam bus jurusan Jember waktu itu
menunjukan pukul 00.15.
setengah satu bus baru melaju menuju Jember perjalanan kali ini cukup tak
terasa karena sepanjang perjalan kami warnai dengan terlelapnya pelupuk-pelupuk
mata kami.
Kamis
pagi tepatnya pukul 06.00
kami sampai di terminal tawang alun salah satu terminal di kota jember. Kami
tak sabar sampai di kantor tempat
berkumpulnya manusia dengan berbagai
macam warna dan daerah tapi tetap
dalam
satu tujuan yang sama. Tanpa bersih-bersih atau bahkan
sekedar cuci muka
kami langsung mencari angkutan umum (angkot) jurusan Pakusari. Dengan mengeluarkan
selembar uang 10.000 rupiah kami sampai
di kantor balai Taman Nasional Meru Betiri yang terletak di jalan Sriwijaya no 5 Jember. Di sana sudah banyak sekali saudara-saudara kami dari mapala lain yang
sudah menginap satu malam di kantor. Sampai kantor kami mulai bebersih diri,
mandi dll. kemudian registrasi dan mencari sarapan.
Adzan dzuhur telah berkumandang
waktu menunjukan pukul 11.49 wib menunggu sejenak untuk para hamba berdoa pada
khaliqnya. Tak lama kami sudah menuju truk untuk perjalan menuju taman nasional
merubetiri.
perjalan yang seru di guyur hujan menambah keromantisan suasana perjalan kami.
105 orang berkumpul dalam suatu kegiatan dengan tujuan mulia sangat luar biasa
bagi kami pribadi. Berbagi cerita mengumbar obrolan yang bermutu atau tidak
sama saja yang terpenting kami tetap sedang dalam satu garis kebersamaan. Bali, Papua, Madura, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Jember, Pekalongan, Cilacap, Malang, Tasik, Sidorajo dan masih banyak yang otak ini mungkin lupa mengingatnya.
Pukul 15.30 kami sampai di daerah Bandealit salah satu kawasan di dalam Taman Nasional Meru Betiri kami mulai
mendirikan tenda dome di area camp ground. Sore itu kembali gerimis satu-satu
membasahi pipi-pipi dari kami. kali ini kami berada di suatu tempat di tepi
pantai dimana dalam situsi yang syahdu tak tersentuh asap kendaraan, lalu
lalang keramaian kota yang ada hanya kicauan burung dan deburan ombak yang
dengan lembutnya terdengar dalam lubang-lubang kecil telinga kami.
Setelah semua tenda telah berdiri kami asik dengan candaan-candaan setiap dari
kami, tak terasa matahari telah menyingsing dengan indahnya malu-malu
bersembunyi di balik mahakarya-Nya
bukit-bukit yang tak terjamah tangan nakal manusia.
Malam pun tiba
upacara pembukaan acara yang kami tunggu-tunggu “Meru Betiri Service Camp” atau biasa disebut MBSC. Kami tak mau
jauh-jauh hanya untuk jadi penikmat ciptaan-Nya yang maha indah itu. Kami ingin
jadi salah satu dari orang-orang di luar sana
yang sedikit banyaknya telah melakukan sesuatu untuk menjaga maha
karya-Nya yang awalnya dan seharusnya indah itu. Upacara pembukaan usai dilanjut acara saling mengenal sampai larut malam hingga kami pun tertidur pulas…
Selanjutnya Madawirna Goes to MBSC Part 2
jejak harimau |
pembuatan herbarium |
perjalanan ke lokasi selanjutnya |
pengamatan burung |
oleh : Fita Ardiana B-1119